Sikap Aceh Untuk Pencari Suaka
Secara Bahasa Pencari suaka dalam pengertiannya adalah mereka yang tidak mendapatkan status kewaganegaraan atas negara mereka sendiri sehingga mendorongnya untuk mencarai kewarganegaraan lain dengan mendatangi suatu wilayah negara baik secara pribadi maupun berkelompok.
Pencari suaka pada dasarnya dapat juga dikatakan sebagai stateless yaitu orang yang tidak dianggap oleh negaranya sebagai bagian dari waganegara, ada hal yang hampir tidak bisa kita bedakan antara pencari suaka dengan pengungsi. BACA JUGA : Imigran Tamil Dibantu 7 Ton BBM Oleh Gubernur Aceh
Pengungsi biasanya adalah orang yang beralih kenegara lain dan meninggalkan negara asalnya akibat dari adanya konflik, bencana alam dan bencana kemanusiaan, seorang pengungsi masi memiliki status kewarganegaraan akan tetapi akibat dari kondisi negara yang tidak stabil tidak memungkinkan bagi warganegara tersebut tinggal di negaranya.
Pada dewasa ini fenomena pencari suaka dan pengungsi hampiir tidak bisa dipidahkan, hal ini kibat dari banyaknya negara yang memiliki konflik, baik akibat dari negara lain maupun dari negara itu sendiri.
Di dalam undang-undang nomor 6 tahun 2011, secara implisit indonesia tidak pernah mengatur mengenai pengungsi dan pencari suaka, terbukti pada pasal 86 dikatakan bahwa pemerintah tidak memberlakukan tindakan adminitrasi keimigrasian kepada korban perdaganagan dan penyeludupan manusia dalam hal ini adalah pengunsi dan pencari suaka yang masuk secara ilegal.
Akan tetapi pada pasal 87 indonesia indonesia menempatkan non WNI yang ilegal ke rumah Detensi Imigrasi semacam rumah pengungsian untuk dilakukan perlakuan khusus pada mereka.
Di Indonesia khususnya Aceh masuknya pengungsi dan pencari suaka adalah dengan mendaratkan kapal mereka ke pantai Indonesia dan meminta pengobatan dan perlindungan sebagai pengunsi di indonesia, bahkan tidak jarang mereka tidak mau dipulangkan atau meninggalkan indonesia dengan berbagai alasan.
Jika di malaysia pengungsi dan pencari suaka sangat mudah masuk ke Malaysia yang mebebaskan visa untuk orang asing terutama ke negara termasuk negara islam seperti iran, irak myanmar dan srilangka, hal tersebut membuat para pengusngi dan pencari suaka masuk secara sah ke Malaysia dan mendapatkan status UNHCR (United Nation High Coomissioners for Refugess)sebagai pengungsi dan bekerja secara ilegal sana.
Menurut data UNHCR Indonesia terdata 7,616 pencari suaka dan dan pengungsi serta sebanyak 5% adalah berasal dari Myanmar yang saat ini berdatangan ke Aceh. Lalu bagaimana sikap kita sebgai Warganegara Indonesia dan masyarakat Aceh yang dihadapkan dengan fenomena tersebut.
Sebagai Provinsi yang memiliki undang-undang khusus dan keistimewaaan dalam hal urusan luar negeri Aceh seharusnya bisa lebih bikajsana dalam menaggapi fenomena ini, Pemerintah Aceh sudah sepantasnya menunjuukan taringnya sebagai wilayah yang dengan cepat mengurusi masalah pengungsi dan pencari suaka dalam hal penanganan awal, akan tetapi jangan sampai akibat dari hal tersebut banyak pengungsu dan pencari suaka yang bertolak dan berbondong-bondong ke Aceh dengan harapan mendapatkan fasilitas lebih.
Harus dipahami bahwa masih banyak masyarakat Aceh yang hidup dibawh garsi kemiskinan, kedatangan pengungsi dan pencari suaka akan dapat menimbukan kecemburuan dan konflik baru di Aceh.
Penanganan yang tepat tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan orang Aceh adalah yang sangat penting disamping Pemerintah Aceh yang juga harus fokus kepada pekerjaan rumahnya terkait memberantas kemiskinan rakyat Aceh.(*)
Oleh : Muhammad Rusydi.DR Adalah Ketua Umum ALSOSMA Aliansi Sosial Mahasiswa Indonesia (Aceh)
Post a Comment